Pengertian zakat, pensyariatan zakat, zakat mal dan zakat fitrah serta macam-macamnya, syarat-syarat zakat dan hukmah dan filosofis zakat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Zakat merupakan salah
satu rukun Islam yang ketiga, zakat merupakan suatu ibadah yang paling penting
kerap kali dalam Al-Qur’an, Allah menerangkan zakat beriringan dengan
menerangkan sembahyang.
Pada dua puluh tujuh tempat Allah menyebut zakat beriringan dengan
urusan shalat ini menunjukan hubungan yang rapat sekali dalam hal keutamaaannya
shalat dipandang seutama-utama ibadah badaniyah zakat dipandang seutama-utama
ibadah maliyah. Zakat juga salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam.
Hukum zakat adalah wajib
(fardhu) sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bagi setiap muslim yang
telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termsuk dalam kategori ibadah
(seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten
berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial
kemasyarakatan dan kemanusiaaan yang dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan umat manusia.
Seluruh ulama Salaf dan Khalaf
menetapkan bahwa mengingkari hukum zakat yakni mengingkari wajibnya menyebabkan
di hukum kufur. Karena itu kita harus mengetahui pengertian zakat, sejarah
pensyariatan zakat, zakat mal dan zakat fitrah, macam-macam zakat mal dan penghitungannya, syarat-syarat zakat, serta
hikmah dan filosofi zakat yang akan dibahas dalam bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Pengertian Zakat ?
2.
Sejarah Pensyariatan Zakat ?
3.
Zakat Mal dan Zakat FitrahMacam-macam Zakat Mal dan Penghitungannya ?
4.
Syarat-syarat Zakat ?
5.
Hikmah dan Filosofi Zakat ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Zakat
Zakat secara
bahasa adalah النماء و الطھير “berkembang dan bersuci”.[1]
Dan dari etimologi agama zakat adalah bagian tertentu dari harta benda yang diwajibkan Allah
untuk sejumlah orang yang berhak menerimanya.[2]
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الأغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
”Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan
Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota
adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar
di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul
kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya”.[3]
Menurut Sayid
Sabiq dalam Fiqh Sunah, zakat secara
istilah adalah sesuatu atau benda yang dikeluarkan manusia dari hak milik Allah
untuk kaum fakir. Dari defiisi
tersebut tujuan zakat adalah membersihkan harta dan jiwa, sehingga orang-orang
yang menunaikan zakat berarti ia telah membersihkan harta dan jiwanya dari
segala kotoran dan dosa. Zakat juga sebagai lambang syukur atas karunia Allah
yang diberikan kepadanya karena harta pada hakekatnya adalah milik Allah, harta
yang ada pada manusia hanya titipan semata, yang harus digunakan di jalan Allah.[4]
Bagi orang
yang mempunyai harta benda yang terkena ketentuan wajib dizakati, tetapi ia
berhutang, hendaklah ia menyisihkan uangnya terlebih dahulu sesuai dengan kadar
hutangnya. Setelah itu, hendaklah ia mengeluarkan zakat dari sisanya (jika
sampai nishab). Akan tetapi jika
tidak sampai nishab, ia tidak wajib
mengeluarkan zakat, karena dalam hal ini ia merupakan orang miskin. Rasulullah
SAW bersabda.
لا صدقة الا عن ظھر غنى
Tidak wajib zakat kecuali dari kalangan
orang kaya. (HR. Ahmad
dan Bukhari)[5]
B.
Sejarah Pensyariatan Zakat
Allah SWT telah menjadikan zakat sebagai salah satu
dari lima rukun atau pilar Islam. Begitu pentingnya, sehingga hampir disetiap
ayat al-Quran yang menyebutkan kewajiban mendirikan shalat selalu diikuti
dengan kewajiban membayar zakat.[6] Al-Quran
menuliskan dalam 27 ayat yang
mensejajarkan zakat dengan perintah sholat. Ayat tersebut
diantaranya:
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ
الْقَيِّمَةِ
“Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”
[7]
وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ
“Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah Bersama orang-orang yang
ruku.”[8]
Pada
peringkat permulaan islam, zakat diwajibkan di Mekkah. Hal ini banyak
diterangkan dalan nas al-Quran yang turun dalam periode Mekkah. Namun kewajiban
tersebut diperintahkan secara umum dengan tidak diperincikan jenis-jenis zakat,
apakah harta yang diwajibkan zakat, serta kadar yang wajib dikeluarkan.
Persoalan ini diserahkan kepada budi bicara dan timbang rasa masyarakat islam
di Mekkah pada masa itu. Jika mereka seorang yang kaya, berharta, dan ingin
berzakat, mereka boleh mengeluarkan apa saja dengan kadar yang mereka mau
berikan.
Setelah
Rasulullah SAW berhijrah ke Madinah, umat islam semakin kuat dan negara islam
mulai dibentuk. Pada tahun kedua hijrah, zakat disyariatkan dalam bentuk yang
lengkap sempurna dengan penerangan tentang harta yang dikenakan zakat, kadar
yang wajib dikeluarkan, golongan yang berhak menerimanya, dan segala
hukum-hukum yang berkaitan.[9]
Nas al-Quran
tentang zakat diturunkan dalam dua periode (tahapan), yaitu periode Mekkah dan
Periode Madinah.
1. Periode Mekkah, dalam periode ini nas
al-Quran turun sebanyak delapan ayat, diantaranya surah al-Muzzamil ayat 20,
surah al-Bayyinah ayat 5, dan lain-lain
2. Periode Madinah, nas al-Quran yang turun
pada periode ini diantaranya surah al-Baqarah ayat 43, surah al-Maidah ayat 12,
dan lain sebagainya.[10]
C.
Zakat Mal dan Zakat Fitrah
Zakat secara
garis besar terdiri dari zakat fitrah dan zakat maal. Zakat fitrah adalah zakat
yang ditunaikan pad bulan Ramadhan untuk menyempurnakan ibadah puasa. Sedangkan
zakat maal adalah zakat harta (kekayaan) yang telah mencapai nishab dan haul.
1. Zakat Mal
Zakat Maal adalah zakat harta atau kekayaan yang harus dikeluarkan
setelah terpenuhinya syarat-syarat. Di antara syarat-syaratnya tersebut adalah
:
a.
Milik sempurna, yaitu bahwa harta tersebut benar-benar miliknya,
yang mempunyai kekuasaan untuk mengelolanya.
b.
Harta kekayaan yang berharga. Contoh : emas, perak, hewan ternak,
hasil tanaman, hasil perdagangan, hasil tambang dan zakat profesi
c.
Nishab, yakni kadar atau ukuran minimal wajib zakat
d.
Haul, yaitu waktu pemilikan harta selama satu tahun.
Zakat Maal teridiri dari beberapa jenis diantaranya :
a.
Zakat emas dan perak
b.
Zakat hewan ternak (sapi/kerbau, kambing/domba dan unta)
c.
Zakat hasil tanaman
d.
Zakat hasil perniagaan
e.
Zakat hasil tambang
f.
Zakat rikaz (hasil temuan)
g.
Zakat profesi
h.
Zakat tanah yang disewakan
2.
Zakat Fitrah
Zakat Fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim
laki-laki, perempuan, besar atau kecil, merdeka atau budak pada awal bulan
Ramadhan sampai orang-orang selesai shalat Idul Fitri, dengan ukuran sebanyak
dua setengah kilogram (1 sha) bahan makanan pokok untuk setiap orangnya.
Sebagai contoh, berikut ini merupakan cara mengeluarkan zakat
fitrah:
a.
Seorang kepala keluarga memiliki istri, 3 anak laki-laki, seorang
anak perempuan, seorang ibu yang menjadi tanggungannya, dan seorang pembantu.
b.
Harga bahan pokok beras yang terbaik adalah Rp. 7000/kg. Maka zakat
fitrah yang dikeluarkan oleh kepala keluarga tersebut adalah sebagai berikut.
c.
Jumlah seluruh orang yang wajib mengerluarkan zakat fitrah adalah 8
(delapan) orang. Cara penghitungannya adalah 8 org x 2,5 kg x RP.7000 = Rp.
140.000 untuk perorangan dibayar Rp. 17.500 ( Rp. 140.000 : 8 orang).
d.
Jadi kepala keluarga tersebut
harus membayar zakat untuk 7 orang, ditambah dengan dirinya. Jadi total
pembayaran zakat fitrah adala Rp. 140.000
D.
Macam-macam Zakat Mal dan Perhitungannya
1. Zakat emas dan perak
Emas dan
perak adalah satu jenis kekayaan yang
bernilai tinggi, sehingga wajib dikeluarkan zakatnya jika sudah sampai nishab
pada masing- masing jenis dan telah mencapai haul yaitu satu
tahun. Emas dan perak dalam bentuk apapun harus dizakati, baik berupa
uang, serbuk, perhiasan maupun dalam bentuk batangan.
Tidak ada
kewajiban mengeluarkan zakat emas kecuali setelah mencapai 20 dinar emas atau
85 gram emas jika pada masa sekarang. Atau ada yang menyebutkan bahwa 20 dinar
itu adalah 93,6 gram. Sedangkan untuk perak sendiri nishab untuk wajib
mengeluarkan zakat adalah 200 dirham atau 672 atau 624 gram perak murni jika
pada masa sekarang.[11]
Adapun untuk jumlah zakatnya adalah 2,5%. Jika jumlah emas dan perak melebihi
dari nishab tersebut, maka lebihannya itu wajib pula dizakatkan.[12]
Hal ini
didasarkan kepada sabda Rasulullah SAW: “Tidak ada kewajiban sesuatu apapun
bagimu – yakni mengenai emas – sehingga engkau memiliki dua puluh dinar.jika
milikmu telah mencapai dua puluh dinar, dan cukup masa satu tahun, maka
zakatnya setengah dinar. Dan kelebihannya diperhitungkan seperti itu, dan tidak
wajib zakat pada sesuatu harta sampai menjalani masa satu tahun” (HR.
Ahmad, Abu Daud, Baihaqi, dan disahkan oleh Bukhari dari Ali ra.).[13]
Untuk
pengeluaran zakat bisa berupa emas atau perak dalam bentuk apapun dan juga bisa
dikeluarkan dalam bentuk uang. Jika dikeluarkan dalam bentuk uang, maka cara
pengeluarannya sesuai dengan perbandingan uang terhadap emas dan perak masa
itu. Dan uang yang digunakan adalah mata uang resmi yang berlaku.
Adapun emas
dan perak yang wajib dizakati adalah yang benar-benar murni. Jika terdapat
campuran didalamnya tetapi sudah mencapai satu nishab, maka tidak
wajiblah emas dan perak itu dizakatkan. Dan untuk penghitungannya dibuat secara
terpisah antara emas dan perak. Jika sudah mencapai satu nishab tetapi
itu adalah campuran antara emas dan perak, maka tidak diharuskan harta itu
dizakatkan.
2. Zakat Profesi
Hal
yang perlu mendapat pengertian dewasa ini adalah penghasilan atau pendapatan
yang diusahakan melalui keahliannya, baik keahlian yang dilakukan secara
sendiri maupun secara bersama-sama. Penghasilan semacam ini dalam istilah fiqh
dikatakan sebagai al maal al mustafaad.[14]
Pada
zaman Rasulullah SAW mungkin ragam motivasi tidak sebanyak seperti masa
sekarang, tetapi bukan berarti pekerjaan yang tidak ada pada masa Nabi Muhammad
SAW tidak ada zakatnya. Karena nash al-Quran dan as-Sunah mengancam
orang yang senang mengumpulkan harta mereka. Para ulama pun menetapkan zakat
profesi sebagai sesuatu kewajiban yang harus dilakukan.
Zakat
profesi dapat dikeluarkan setiap kali menerima gaji, nishabnya sama
dengan nishab perak, hal ini diqiyaskan dengan zakat hasil
tanaman. Juga dapat dikeluarkan setahun sekali, dan nishabnya adalah
emas. Hal ini diqiyaskan dengan zakat perdagangan.[15]
Untuk jumlah harta yang wajib dikeluarkan zakatnya yaitu 2,5%.
3. Zakat Tanaman
Segala macam hasil tanaman yang sifatnya
menjadi bahan makanan pokok pada suatu daerah, maka tanaman tersebut wajib
dikeluarkan zakatnya. Adapun dalam pengeluarannya tidaklah sama dengan yang
lain yang haruslah dikeluarkan satu tahun sekali, melainkan untuk zakat ini
dikeluarkan setiap panen.
Adapun nishab zakatnya adalah
5 wasaq, dan wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak 5 % jika tanaman
tersebut diairi dengan biaya sendiri. Dan 10 % jika tanaman tersebut memperoleh
air secara alami.Menurut Sulaeman Rasyd dalam Fiqh Islam (204), 1 wasaq
sama dengan 60 sha’, 5 wasaq berarti 300 sha’. 1 sha’ sama dengan 3,1 liter.
Jadi 300 sha’ sama dengan 930 liter. Di Indonesia, telah diatur nishab untuk
hasil tanamn ini adalah 1.050 liter atau 840 kg.[16]
Ada pula dari sumber lain mengatakan nishab hasil pertanian sebanyak 910.
4. Zakat Perdagangan
Harta ini diperoleh dari hasil
perdagangan. Nishab zakatnya sama dengan emas, yaitu 85 gram. Dan zakat yang
dikeluarkan sebanyak 2,5 %. Tentang zakat harta perdangangan ini tidak dijumpai
dalam nash manapun, akan tetapi jumhur ulama sepakat bahwa harta dari hasil ini
harus dikeluarkan zakatnya.
5. Zakat Hasil Tambang
Hasil tambang yang dimaksud disini
adalah semua hasil tambang yang diperoleh dari bumi. Nishabnya adalah sama
dengan nishab emas atau perak. Dan zaktanya adalah 2,5 %. Hasil tambang ini
wajib dikeluarkan zakatnya seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW :
“Bahwasanya Rasulullah SAW telah
mengambil shadaqah atau zakat dari hasil tambang di negeri Qabaliyah” (HR.Abu
Daud dan Hakim)
6. Zakat Hasil Rikaz
Rikaz adalah harta temuan berupa
barang-barang beharga, seperti emas dan perak Jika kita menemukan harta ini
kita wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak seperlimanya atau 20 %.
Zakat Rikaz tidak disyaratkan sampai
satu tahun. Tetapi setelah didapatkan segera dikeluarkan zakatnya. Sebagian
ulama seperti Imam Maliki, Abu Hanifah, dan Imam Ahmad menganggap tidak ada
nishab dalam persoalan rikaz serta perlu tidak ada haul.[17]
7. Zakat Hewan Ternak
Banyak Hadits-hadits Shahih yang
secara jelas mewajibkan zakat pada sapi, kambing dan unta. Para ulama ijma
mengamalkan ini. Zakat hewan ini dikeluaran setiap satu tahun sekali serta sudah mencapai nishab.[18]
a.
Unta
Zakat unta dikenakan jika sudah mencapai
nishab minimal 5 ekor unta. Perincian zakat itu berdasarkan amalan yang
dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq ra, dan tidak ada yang
menyelisihi beliau. Hal itu dinanggap Ijma’ para sahabat. Adapun perincian
ketentuan zakatnta sebagai berikut :
JUMLAH UNTA |
NILAI ZAKAT |
5 ekor |
1 kambing |
10 ekor |
2 kambing |
15 ekor |
3 kambing |
20 ekor |
4 kambing |
25 ekor |
1 unta bintu makhadh atau 1 unta ibnu labun |
36 ekor |
1 unta bintu labun |
46 ekor |
1 unta hiqqah |
76 ekor |
2 unta bintu labun |
91 ekor |
2 unta hiqqah |
>120 ekor (kelipatan 40 unta) |
2 unta hiqqah dan 1 unta bintu labun |
>120 ekor (kelipatan 50 unta) |
3 unta hiqqah |
Ket :
- Bintu makhadh = unta betina 1-2 tahun
- Ibnu labun
= unta jantan 2-3 tahun
- Bintu
labun = unta betina 2-3 tahun
- Hiqqah =
unta betina 3-4 tahun
Jika zakat sebagaimana ketentuan tersebut
tidak bisa dilaksanakan karena tidak memiliki seperti yang ditentukan , maka
ada ketentuan tambahan untuk masalah tersebut :
ZAKAT SEHARUSNYA |
YANG DIMILIKI |
ZAKAT PENGGANTI |
Hiqqah |
Bintu labun |
Bintu labun
+ 2 domba /20 dirham |
Bintu Labun |
Hiqqah |
Hiqqah + 2 domba /20 dirham |
Bintu Labun |
Bintu makhadh |
Bintu makhadh
+ 2 domba /20 dirham |
Bintu makhadh |
Bintu Labun |
Bintu Labun |
b. Sapi
Ketentuan zakat sapi wajib
dikeluarkan ketika mencapai nishab dan telah satu tahun. Ketentuan nishabnya
diatur sebagai berikut :
JUMLAH UNTA |
NILAI ZAKAT |
30 ekor |
1 ekor tabi’ atau tabi’ah |
40 ekor |
1 ekor musinnah |
60 ekor |
2 ekor tabi’ |
70 ekor |
1 ekor tabi’ dan musinnah |
80 ekor |
2 ekor musinnah |
90 ekor |
3 ekor tabi’ |
100 ekor |
1 musinnah dan 2 tabi’ |
110 ekor |
2 musinnah dan 1 tabi’ |
120 ekor |
3 musinnah atau 4 tabi’ |
>120 ekor, setiap kelipatan 30 ekor |
3 musinnah atau 4 tabi’ ditambah 1 tabi’ |
>120 ekor, setiap kelipatan 40 ekor |
Sama diatas ditambah 1 musinnah |
c.
Kambing
Ketentuan zakat kambing wajib dikeluarkan
ketika mencapai nishab dan telah satu tahun. Ketentuan nishabnya diatur sebagai
berikut :
JUMLAH UNTA |
NILAI ZAKAT |
40-120 ekor |
1 domba |
121-200 ekor |
2 domba |
201-300 ekor |
3 domba |
>300 ekor, setiap bertambah 100 ekor |
3 domba tambah 1 domba |
Diambil dari jenis domba 1 tahun dan
kambing betina 2 tahun. Para ulama sepakat jika semua kambing jantan maka boleh
zakat memakai yang ada. Jika terdapat campur jantan dan betina, madzhab Hanafi
membolehkan zakat dengan yang jantan. Sementara madzab lain mengharuskan dengan
kambing betina.
E.
Syarat-Syarat Zakat
Adapun syarat-syarat yang perlu diketahui adalah :
1.
Islam
Zakat tidak
diwajibkan untuk dikeluarkan atas mereka yang bukan muslim.
2.
Berakal dan Baligh
Sebagian besar
Fukaha berpendapat bahwa orang yang gila sama dengan hukum anak kecil pada
semua hal (bahwa tak ada kewajiban zakat atasnya). Sama halnya dengan mereka
yang belum baligh tidak wajib membayar zakat.
3.
Telah mencapai nishab
Nisab adalah
batasan minimal mulainya harta wajib
dizakati
4.
Merdeka
Maka dengan
demikian zakat itu tidak wajib bagi budak
5.
Mencapai Haul
Artinya bahwa pemilikan senishab itu berlangsung genap satu tahun
qamariyah.
6.
Kepemilikan yang penuh/sempurna
Harta tersebut
merupakan hak penuh bagi pemiliknya di mana dia dapat membelanjakannya
(menggunakannya)
7.
Barangnya Produktif atau bisa diproduktifkan
Berkembang atau
dapat diperkembangkan
8.
Selamat dari hutang / bebas hutang (aslamah minaddaini)
Adapun yang
menjadi syarat sah zakat adalah niat yang menyertai pelaksanaan zakat
F.
Hikmah dan Filosofi Zakat
1. Istikhlaf (penugasan sebagai khalifah di bumi).
Allah Swt adalah pemilik seluruh
alam raya dan segala isinya, termasuk pemilik harta benda. Seseorang yang
beruntung memperolehnya, pada hakikatnya hanya menerima titipan sebagai amanat
untuk disalurkan dan dibelanjakan sesuai dengan kehendak pemiliknya (Allah SWT)
2. Solidaritas sosial.
Manusia adalah makhluk sosial.
Kebersamaan antara beberapa individu dalam suatu wilayah membentuk masyarakat
yang walaupun berbeda sifatnya dengan individu-individu tersebut , namun
manusia tidak bisa dipisahkan darinya.
3. Persaudaraan.
Manusia berasal dari satu keturunan,
antara seseorang dengan lainnya terdapat pertalian darah, dekat atau jauh. Kita
semua bersaudara.Pertalian darah tersebut akan menjadi lebih kokoh dengan
adanya dengan adanya persamaan-persamaan lain, yaitu
agama, kebangsaan, lokasi domisili dan sebagainya.[19]
BAB III
PENUTUP
Zakat adalah sesuatu atau benda yang
dikeluarkan manusia dari hak milik Allah untuk kaum fakir. Dari defiisi
tersebut tujuan zakat adalah membersihkan harta dan jiwa, sehingga orang-orang
yang menunaikan zakat berarti ia telah membersihkan harta dan jiwanya dari
segala kotoran dan dosa.
Terdapat dua periode sejarah pensyariatan
zakat, yaitu:
1. Periode Mekah
Pada periode
ini zakat disyariatkan secara umum. Tidak ditetapkan ketentuan banyaknya zakat
yang harus dikeluarkan, batasan harta yang wajib dikenai zakat, dan
peraturan-peraturan yang lainnya.
2. Periode Madinah
Pada periode ini telah ditetapkan
ketentuan-ketentuan zakat.
Zakat terbagi menjadi dua. Yaitu zakat maal
dan zakat fitrah. Zakat Maal
adalah zakat harta atau kekayaan yang harus dikeluarkan
setelah terpenuhinya syarat-syarat. Sedangkan Zakat Fitrah
adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim laki-laki, perempuan,
besar atau kecil, merdeka atau budak pada awal bulan Ramadhan sampai
orang-orang selesai shalat Idul Fitri, dengan ukuran sebanyak dua setengah
kilogram (1 sha) bahan makanan pokok untuk setiap orangnya.
Macam-macam zakat maal yaitu zakat emas dan
perak, zakat hewan ternak, zakat hasil tanaman, zakat harta perniagaan, zakat
hasil tambang, zakat rikaz, dan zakat profesi. Setiap macam zakat maal
mempunyai perhitungannya sendiri. Zakat diwajibkan kepada setiap muslim
merdeka, dan memiliki nishab dari
salah satu jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Zakat memiliki banyak hikmah, diantaranya
yaitu membersihkan diri dari sifat kikir dan akhlak tercela
DAFTAR PUSTAKA
http://pujiwul.blogspot.co.id/2014/10/sejarah-singkat-pensyariatan-zakat.html, (diakses Rabu 22 Oktober 2014 pukul 00.11
WIB)
http://m.inilah.com/news/detail/1769621/menyelami-filosofi-zakat, (diakses tanggal 17 oktober 2017)
www.makalah.info, (diakses
tanggal 16 Oktober 2017 Pukul 19.45 WIB)
www.tongkronganislami.net/tahapan-hukum-perintah-dan-pelaksanaan-zakat-dari-masa-ke-masa/
Ahmad, Sayyid, Kitab Yaqutun Nafis. Surabaya:
Hidayah
Al Yahya Al Faifi, Sulaiman Ahmad. 2013. Ringkasan
Fikih Sunnah Sayid Sabiq. Jakarta: Pustaka Al Kautsar.
Al-Ghazali,
Imam.2014. Ihya ‘Ulumuddin. Bandung:
Marja
Dahlan, Zaini. 1987. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Departemen Agama RI
Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat Dalam
Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press.
Hasbiyallah. 2013. Fiqh dan Ushul Fiqh.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mughniyah,
Muhammad Jawwad. 2009. Fiqih IMAM JA’FAR
SHADIQ. Jakarta : Penerbit Lentera
Yahya, Al-Faifi Sulaiman Ahmad. 2014. Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar
[1] Sayyid Ahmad bin ‘Umar
Syatir, Kitab Yaqutun Nafis, (Surabaya:
Hidayah), hal. 57.
[2] Prof. H. Zaini Dahlan,
M.A, Filsafat Hukum Islam (Jakarta:
Departemen Agama RI, 1987),hal. 155.
[3] QS. Al-Hasyr 7.
[4] Dr. Hasbiyallah, M.Ag, Fiqh dan Ushul Fiqh (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2013), hal. 245
[5] Dr. Hasbiyallah, M.Ag, “Fiqh dan Ushul Fiqh”.,, hal. 245
[6] Imam Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, (Bandung: Marja, 2014),
hal.117
[7] QS. Al
Bayyinah: 5
[8] QS. Al-Baqarah: 43
[9] Wull Edogawa, http://pujiwul.blogspot.co.id/2014/10/sejarah-singkat-pensyariatan-zakat.html, diakses Rabu
22 Oktober 2014, jam 00.11 WIB
[10]Nawir Sadewa, www.tongkronganislami.net/tahapan-hukum-perintah-dan-pelaksanaan-zakat-dari-masa-ke-masa/,
[11] Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013), h. 254
[12] Sulaiman Ahmad Al Yahya Al Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayid Sabiq,
(Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2013), h. 190
[13] Hasbiyallah, Fiqh …... , h. 254
[14] Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta:
Gema Insani Press), h. 93
[15] Hasbiyallah, Fiqh ….. , h. 260
[16] Hasbiyallah, Fiqh ….. , h. 258
[17] Hasbiyallah, Fiqh ….. , h. 259
[18] Sulaiman Ahmad Al Yahya Al Faifi, Ringkasan ….. , h. 200
[19] “Menyelami Filosofi Zakat”, http://m.inilah.com/news/detail/1769621/menyelami-filosofi-zakat, diakses tanggal 17 oktober 2017.
Komentar
Posting Komentar