pokok-pokok pikiran tauhid dalam pandangan syiah, khawarij dan murjiah serta masalah-masalah yang berhubungan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Cukuplah kalau seseorang beriman bahwa Allah Ta’ala
itu satu, berkuasa, berilmu, dan berhikmah. Pembahasan mengenai
Tauhid merupakan hal yang paling urgen dalam Agama Islam, dimana Tauhid
mengambil peranan penting dalam membentuk pribadi-pribadi yang tangguh, selain
juga sebagai inti atau akar daripada ‘Aqidah Islamiyah. Kalimat Tauhid atau
lebih dikanal dengan kalimat Syahadat atau juga disebut Kalimah Thayyibah
(Laailaahaillallah) begitu masyhur di kalangan umat Islam. Dalam kesehariannya,
seorang muslim melafalkan kalimat tersebut dalam setiap shalat wajib.
Setelah
wafatnya Rosululloh, umat islam berbeda-beda pahamnya mengenai beberapa pokok
agama yang kembali kepada iman dan keyakinan dalam hatinya hingga munculah
beberapa golongan diantaranya golongan Syiah, Khawarij, dan Murji’ah. Setiap
golongan mereka mempunyai pendapat yang berbeda-beda mengenai Pokok-pokok
pikiran tauhid. Sehingga kita dapatkan
banyak sekali penyimpangan demi penyimpangan yang terjadi pada masa itu.
Dari latar belakang diatas, penulis
menyusun makalah tentang perbedaan pokok-pokok pikiran tauhid dan masalah-masalah yang berhubungan dengannya dari
aliran syiah,
khawarij, dan murji’ah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pokok-pokok pikiran tauhid dalam pandangan syiah serta
masalah-masalah yang berhubungan dengannya ?
2.
Bagaimana pokok-pokok pikiran tauhid dalam pandangan khawarij serta
masalah-masalah yang berhubungan dengannya?
3.
Bagaimana pokok-pokok pikiran tauhid dalam pandangan murjiah serta
masalah-masalah yang berhubungan dengannya?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KHAWARIJ
Khawarij
adalah aliran kalam tertua dalam islam. Aliran ini muncul di tengah tengah
kemelut politik yang terjadi di kalangan kaum muslimin pada masa khalifah Ali
Bin Abi Thalib. Mereka ini kelompok Al-Qurra dan Al-Huffazh. Semula adalah
pengikut dan pendukung khalifah,karena tidak setuju dengan kebijakan arbitrase
atau tahkim yang diambil oleh pihak khalifah ali dan mu’awiyah mereka
menyatakan keluar dan membuat kelompok sendiri.
Kaum
khawarij pada umumnya terdiri dari orang orang arab Badawi yang hidup di padang
pasir yang tandus sehingga membuat mereka bersikap sederhana dalam pemikiran
dan hidup,tetapi keras hati, berani, bersifat merdeka, dan tidak bergantung
pada orang lain.
Mereka
bersifat bengis, suka kekerasan, tidak takut mati, jauh dari ilmu pengetahuan
dan fanataik. Mereka tidak dapat mentolerir penyimpangan terhadap aajaran islam
menurut faham mereka, walaupun hanya penyimpanan dalam bentuk kecil. Berakibat
dengan mudahnya terpecah belah menjadi golongan golongan kecil, dan mereka
terus menerus mengadakan perlawanan terhadap pemerintahan islam pada waktu itu.
Sesuai
dengan uraian di atas maka pemikiran kalam aliran
khawarij yang paling menonjol adalah tentang pelaku dosa besar yang menurut
mereka tergolong rang kafir adalah sikap menetang terhadap pemikiran kawarij
sehingga prang yang tidah sepaham dengan mereka tergolong kafir. Di samping
itu, mereka mempunyai pemikiran yang khas tentang definisi tentang iman. Yakni
menurut mereka iman itu adalah meyakini dengan hati,mengucapkan dengan lisan.
Dan mengamalkan dengan anggota badan. Sejalan dengan definisinya itu maka orang
yang tidak mengamalkan ajaran agamanya,termasuk kufur karena amal mempengaruhi
iman.
Dengan demikian pokok pokok pikiran ilmu
kalam dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Orang islam yang melakukan dosa besar
adalah kafir
2. Orang yang terlibat perang jamal yakni
perang antara ali dan aisyah dan pelaku arbitrase antara ali dan mu’awiyah
dihukum kafir
3. Kholifah menurut mereka tidak harus
keturunan nabi atau suku quraisy
B. MURJI’AH
Nama Murjiah itu diambil dari kata bahasa arab arja
( ارجي ) yang berarti menangguhkan, mengakhirkan, dan juga memberi
pengharapan. Kata arji yang merupakan bentuk fi’il amr dari arja
dalam arti menunda, menangguhkan, mengakhirkan, sedangkan pengertian
murjiah secara istilah ialah suatu kelompok yang menunda keputusan orang-orang
islam yang berselisih, berperang, dan menumpahkan darah, hingga dihadapkan
kepada Allah. SWT pada hari kiamat. Mereka tidak memutuskan siapa diantara
mereka yang benar dan siapa pula yang salah. Senada dengan pendapat tersebut
Harun Nasution juga mendefinisikan murjiah sebagai golongan yang menunda soal
dosa besar yang dilakukan orang islam kepada Allah. Mereka tidak mengambil
keputusan sekarang juga di dunia ini dengan munghukum pelaku dosa besar menjadi
kafir yang tidak akan masuk surga. Bagi mereka, pelaku dosa besar masih akan
masuk surga. Ajaran mereka dengan demikian memberi pengharapan bagi pelaku dosa
besar untuk diberi ampunan oleh Tuhan dan seterusnya masuk surga.[1]
Muncul kelompok
ini dari cucu Ali Bin Abi Thalib yang bernama Al Hasan bin Muhammad
al-Hanafiyah (695M) yang ingin menengahi pertentangan antara Khawarij dengan
Syiah dan Muawiyah.[2]
Kaum Murji’ah pada
mulanya merupakan aliran yang tidak turut campur dalam
pertentangan-pertentangan antara kelompok Mu’awiyah bin
Abi Sufyan dengan kelompok Ali bin Abi Talib. Mereka mengambil
sikap menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidak kepada tuhan.
Kaum Khawarij
menjatuhkan hukum kafir bagi orang yang berbuat dosa besar, sedangkan kaum
Murji’ah menjatuhkan hukum mukmin. Adapun soal dosa besar yang mereka perbuat,
ditunda penyelesainnya sampai dengan hari akhir kelak, dengan alasan
orang-orang tersebut masih mengakui dua
syahadat yang menjadi dasar utama dari iman, iman masalah yang utama dan
perbuatan hanya masalah yang kedua.[3]
Sebagaimana faham
yang lainnya, Murji’ahpun pecah menjadi berbagai golongan, yang pada dasarnya
terpecah dalam dua golongan :
a.
Golongan Moderat, bahwa orang yang berdosa besar
tidaklah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam neraka,
sesuai dengan tingkat besar dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan juga bahwa
Tuhan akan memaafkan dosanya sehingga tidak akan masuk neraka sama sekali.
Tokoh-tokohnya yaitu Al Hasan Bin Muhammad Bin Ali bin Abi Talib, Abu Hanifah,
Abu Yusuf, dan beberapa ahli hadits. Jadi bagi golongan ini orang islam yang
berdosa besar masih tetap mu’min. Dalam hubungan ini Abu Hanifah memberi
definisi iman sebagai berikut, iman ialah pengetahuan dan pengakuan tentang
Tuhan, tentang rasul-rasul-Nya dan tentang segala apa yang datang dari Tuhan
dalam keseluruhan dan tidak dalam perincian, iman tidak mempunyai sifat
bertambah atau berkurang, dan tidak ada perbedaan antara manusia dalam hal
iman.[4]
b.
Golongan Extrim yaitu golongan Jahmiah pengikut Jahm
Ibnu Sofwan. Menurut faham ini orang islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian
mengatakan kekufuran secara lisan tidaklah menjadi kafir, karena iman dan kufur
tempatnya hanya ada dalam hati, bukan dalam bagian lain dari tubuh manusia.
Sungguh mereka menyembah berhala menjalankan ajaran-ajaran agama yahudi dan
kristen kemudian mati, orang yang demikian bagi Allah tetap seorang mu’min yang
sempurna imannya. Al-Shalihiah, pengikut Abu Hasan Al-Shalihi berpendapat,
sholat tidaklah merupakan ibadah karena yang disebut ibadah ialah iman
kepada-Nya. Lebih lanjut Al-Baghdadi berpendapat bahwa sholat, zakat, dan haji
menggambarkan kepatuhan dan tidak merupakan ibadah kepada Allah, yang dinamakan
ibadah hanyalah iman. Faham Al-Yanusiah menjelaskan bahwa melakukan maksiat
atau pekerjaan jahat tidaklah merusak iman seseorang.[5]
Dapat disimpulkan
pendapat extrim diatas bahwa perbuatan amal tidak sepenting dengan iman, karena
imanlah yang menentukan mu’min dan tidak mu’minnya seseorang,
perbuatan-perbuatan tidak mempunyai pengaruh. Iman letaknya dalam hati dan apa
yang ada dalam hati seseorang tidak diketahui manusia lain, dan
perbuatan-perbuatan manusia tidak selamanya mengggambarkan apa yang adaa
didalam hatinya. Faham ini ada bahayanya, karena dapat mengakibatkan sikap
lemah ikatan-ikatan amal oleh masyarakat, masyarakat menganggap hanya imanlah
yang penting sedangkan akhlak dianggap kurang penting dan bisa diabaikan oleh
mereka. Inilah sebabnya nama Murji’ah akhirnya dipandang tidak baik dan
sehingga tidak disenangi oleh masyarakat.
Pendapat Murji’ah
moderat sama dengan faham Al Asy’ari sebagaimana dikuatkan oleh Ibnu Harun
bahwa Al Asy’ari dapat dimasukkan kedalam golongan Murji’ah. Al Asy’ari
menegaskan iman ialah pengakuan dalam
hati tentang keesaan Tuhan, tentang kebenaran Rasul-rasul. Mengucapkan dengan
lisan dan mengerjakan rukun-rukun Islam
merupakan cabang dari iman. Orang yang berdosa besar, jika meninggal
dunia tanpa taubat, nasibnya terletak ditangan Tuhan. Kemudian Tuhan akan
mengampuni dosa-dosanya atau kemungkinan tidak mengampuni dosa-dosa yang
diperbuatnya, kemudian baru masuk surga dan tidak mungkin kekal dalam neraka.
Aliran-aliran
Murji’ah moderat dan extrim telah lenyap, tetapi ajaran-ajaran Murji’ah moderat
tentang iman kufur dan dosa-dosa besar masuk ke dalam aliran Ahli Sunnah wal
Jama’ah.[6]
C. SYI’AH
Syiah artinya sahabat atau pengikut.
Adapun yang dimaksud madzhab syiah adalah paham yang mengagungkan keturunan
nabi Muhammad SAW, mereka mendahulukan keturunan-keturunan nabi untuk menjadi
khalifah yaitu Ali bin Abi Thalib. Syiah
mempunyai pendirian bahwa Ali bin Abi Thalib telah ditunjuk nabi dengan nash
untuk menjadi khalifah sesudah ia wafat, bahwa setiap orang yang menjadi imam
wajib ma’sum.[7]
Ali sebenarnya
tidak menonjolkan diri untuk merebut kekhalifahan, beliau sadar bahwa yang
berhak untuk menjadi khalifah bukan karena keturunan tetapi harus melalui
pemilihan umum dan perseteruan umat.
Dalam syiah terdapat apa yang namanya ushuluddin
(pokok-pokok agama) dan furu’uddin (masalah penerapan agama). Syiah memiliki
lima ushuluddin :
1. Tauhid, bahwa
Allah SWT adalah Maha Esa.
2. Al-adl, bahwa
Allah SWT adalah Maha adil
3. An-Nubuwwah,
bahwa kepercayaan syiah meyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita
dari Tuhan kepada umat manusia
4. Al-Imamah,
bahwa syiah meyakini adanya imam-imam yang senatiasa memimpin umat sebagai
penerus risalah kenabian
5. Al-Ma’ad, bahwa
akan terjadi hari kebangkitan
Secara umum syiah
mempercayai bahwa Tuhan mereka adalah Allah SWT. Hanya saja ada
pandangan-pandangan mendasar dalam hal yang kemudian disebut dengan konsep
tauhid ini. Mereka percaya bahwa Allah adalah Tunggal dan tidak ada sekutu.
Tetapi dalam syiah, mereka kemudian menyebut-nyebut ; wahai Ali, wahai Husein
dan keturunan Ali lainnya saat berdoa. Mereka meminta-minta pada orang yang
sudah meninggal yang dalam aliran Sunni sebagai aliran terbesar Islam dunia
sebagai dosa.
Selain itu syiah juga tidak mengakui bahwa Allah bersifat maha mendengar dam
melihat. Alasannya jika Allah demikian, maka Allah sama saja dengan Manusia.
Syiah juga meyakini Allah tidak bisa melihat hal-hal yang akan terjadi.[8]
Kaum Syi’ah juga meyakini bahwa Allah SWT itu Esa, tempat
bergantung semua makhluk, tidak beranak dan tidak diperanakkan dan juga tidak
serupa dengan makhluk yang ada di bumi ini. Namun, menurut mereka Allah
memiliki dua sifat yaitu al-tsubutiyah yang merupakan sifat yang harus dan
tetap ada pada Allah SWT. Sifat ini mencakup ‘alim (mengetahui), qadir
(berkuasa), hayy (hidup), murid (berkehendak), mudrik (cerdik, berakal), qadim
azaliy baq (tidak berpemulaan, azali dan kekal), mutakallim (berkata-kata) dan
shaddiq (benar). Sedangkan sifat kedua yang dimiliki oleh Allah SWT yaitu
al-salbiyah yang merupakan sifat yang tidak mungkin ada pada Allah SWT. Sifat
ini meliputi bisa dilihat, bertempat,
bersekutu, berhajat kepada sesuatu dan merupakan tambahan dari Dzat yang telah
dimilikiNya.[9]
BAB III
PENUTUP
Pokok pokok aliran Khawarij yaitu kholifah orang islam
tidak mesti seorang yang berasal dari suku Quraisy, bahkan tidak mesti dari
seorang arab. Semua manusia sama. Mereka mengkafirkan Ali karena Ali menerima
tahkim. pemikiran kalam aliran
khawarij yang paling menonjol adalah tentang pelaku dosa besar yang menurut
mereka tergolong rang kafir adalah sikap menetang terhadap pemikiran khawarij sehingga perang yang tidak sepaham dengan mereka
tergolong kafir
Kaum Murji’ah pada mulanya merupakan
aliran yang tidak turut campur dalam pertentangan-pertentangan antara kelompok Mu’awiyah bin Abi Sufyan dengan kelompok Ali bin Abi
Talib. Mereka mengambil sikap menyerahkan penentuan hukum kafir atau
tidak kepada tuhan.
Syiah berbeda pendapatnya dengan aliran
lain di antaranya dalam pendirian. Pokok-pokok ajarannya mereka berkeyakinan
bahwa yang dijadikan imam sesudah wafatnya Rosululloh ialah Ali. Ali adalah
seseorang yang mewarisi segala pengetahuan yang ada pada nabi bahkan ali
dianggap ma’sum dari kesalahan. Kaum Syi’ah meyakini bahwa Allah SWT itu Esa, tempat bergantung semua
makhluk, tidak beranak dan tidak diperanakkan dan juga tidak serupa dengan makhluk
yang ada di bumi ini.
DAFTAR PUSTAKA
https://syafieh.blogspot.com/2013/04/ilmu-kalam-syiah-tokoh-danajarannya.html
https://ahmadtoibuin89.wordpress.com/2013/05/14/murjiah/
http://jumadibismillahsukses.blogspot.co.id/2011/11/aliran-aliran-dalam-ilmu-tauhid.html
Aceh,Abubakar. 1980. Perbandingan Mahab Syi’ah Rasionalisme dalam Islam. Semarang: C.V.
Ramadhani
Romas, Ghofir. 1986. Ilmu
Tauhid. Semarang: Badan Penerbit Fakultas Dakwah
IAIN WALISONGO Semarang
[1] https://ahmadtoibuin89.wordpress.com/2013/05/14/murjiah/
[2]
http://jumadibismillahsukses.blogspot.co.id/2011/11/aliran-aliran-dalam-ilmu-tauhid.html
[3] Drs. A. Ghofir Romas, “Ilmu
Tauhid” (Semarang: Badan Penerbit Fakultas Dakwah IAIN WALISONGO
Semarang), 1986, hal. 78-79.
[4] https://ahmadtoibuin89.wordpress.com/2013/05/14/murjiah/
[5] https://ahmadtoibuin89.wordpress.com/2013/05/14/murjiah/
[6]Drs. A. Ghofir Romas, “Ilmu
Tauhid” (Semarang: Badan Penerbit Fakultas Dakwah IAIN WALISONGO
Semarang), 1986, hal. 80-82.
Komentar
Posting Komentar