Ilmu Falak
MEMBUMIKAN
ILMU FALAK DALAM PENENTUAN AWAL BULAN QOMARIAH
Menurut (Jamil, 2016: 3) Ilmu
falak adalah ilmu yang mempelajari lintasan benda-benda langit, terutama
matahari, bulan, dan bumi. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan Islam di era
modern saat ini, ilmu sains yang dikembangkan oleh umat Islam mempunyai peranan
yang sangat penting dalam peribadatan umat Islam. Menurut jurnal Perbedaan Penentuan Awal Bulan Kamariyah :
Antara Khilafiah Dan Sains yang disusun oleh Jayusman menyatakan bahwa: “Perkembangan ilmu falak di Indonesia tidak selalu
bersifat linier dengan perkembangan sains pada masanya. Sesuai dengan perubahan
zaman, ilmu falak telah mengalami perkembangan pesat seiring dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi.”
Bapak Amir Tajrid M.Ag dosen
ilmu tauhid UIN Walisongo Semarang mengatakan: “Suatu ilmu tidak boleh berhenti di menara gading, tetapi harus membumi”.
Membumikan ilmu falak dalam penentuan awal bulan Qomariyah artinya keberadaan
ilmu falak di muka bumi ini tidak hanya sebagai pelengkap ilmu pengetahuan saja,
tetapi harus bisa memberikan kemanfaatan bagi alam semesta, yaitu dengan
dikembangkan dan diaplikasikan dalam sendi keislaman, salah satunya dalam
penentuan awal bulan Qomariyah. Tetapi dalam realitas kehidupan di masyarakat,
banyak orang beranggapan bahwa peranan ilmu falak untuk kemaslahatan umat belum
bisa tercapai. Ketika menentukan awal bulan Qomariyah misalnya. Dalam penentuan
1 Syawal masyarakat menerima suguhan media tentang bagaimana repotnya
menentukan 1 Syawal, ditambah dengan berbagai aliran agama atau tarekat yang
memiliki cara tersendiri dalam menentukan 1 Syawal.
Majlis Ulama Indoesia (MUI)
menimbang bahwa umat islam dalam melaksanakan puasa Ramadhan, shalat Idul Fitri
dan Idul Adha, serta ibadah-ibadah lain yang terkait dengan ketiga bulan tersebut
terkadang tidak dapat melakukannya pada hari dan tanggal yang sama disebabkan
perbedaan dalam penetapan awal bulan-bulan tersebut.
Mengapa
perbedaan tersebut dapat terjadi, padahal menggunakan ilmu yang sama yaitu ilmu
falak ?
Nabi Muhammad SAW bersabda:
صُومُوا
لِرُؤْيَتِهِ ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ
“Berpuasalah kamu karena melihat hilal , begitu pula berhari rayalah
karena melihatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Secara garis besar, perbedaan
tersebut terjadi karena adanya perbedaan penafsiran dari kata ﺭﺆﻴﺔ
yang berasal dari kata رﺃﯼ . Satu kelompok menafsirkan dengan rukyat bil ilmi (dengan pengetahuan/perhitungan
astronomi/hisab) dan satu kelompok yang lain menafsirkan dengan rukyat bil ain (dengan penglihatan/mata/rukyat).
Masing-masing kelompok memiliki dasar tersendiri dan pedoman yang sama-sama
kuat terhadap hujjah-nya.
Menggunakan
metode hisab
Bagi sekelompok organisasi
yang menggunakan metode hisab untuk menentukan awal bulan tanpa mengikuti
rukyat, mereka ber-hujjah
berlandaskan hadist Rasulullah SAW : “Sesungguhnya
kita adalah ummat yang ummi (buta huruf), tidak dapat menulis dan berhitung,
maka shaumlah kalian jika melihat bulan dan berbukalah kalian karena melihat
bulan.”(Shahih Bukhari jilid IV hal.104, Muslim no. 108). Mereka memahami
bahwa orang-orang pada zaman dahulu pengetahuannya masih terbatas, buta huruf,
tidak dapat menulis, dan berhitung, apalagi melakukan hisab awal bulan Qomariyah.
Sehingga Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk menentukan awal bulan Qomariyah
ketika mereka telah melihat hilal. Sedangkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi di zaman modern ini telah berkembang sangat pesat. Selain itu dalam Al-Qur’an surat Ar-Rahman
ayat 5 dan surat Yunus ayat 5 Allah telah berfirman bahwa peredaran matahari
dan bulan adalah suatu ilmu yang mampu dihitung secara pasti, sehingga
memotivasi para ilmuan untuk menciptakan ilmu hisab.
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ
“Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.” (QS. Ar-Rahman : 5)
هُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ
ٱلشَّمْسَ ضِيَآءً وَٱلْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُۥ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا۟ عَدَدَ
ٱلسِّنِينَ وَٱلْحِسَابَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ ذَٰلِكَ إِلَّا بِٱلْحَقِّ يُفَصِّلُ ٱلْءَايَٰتِ
لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
”Dia-lah
yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya)
kepada orang-orang yang mengetahui.”(QS. Yunus : 5)
Menggunakan metode rukyat
Sedangkan bagi sekelompok
organisasi yang menggunakan metode rukyat untuk menentukan awal bulan Qomariyah,
mereka ber-hujjah berlandaskan dalil
Rasulullah SAW: ”Berpuasalah kalian pada
saat kalian melihatnya (bulan), dan berbukalah kalian juga di saat telah melihatnya
(hilal bulah Syawal) dan apabila tertutup mendung bagi kalian maka genapkanlah
bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” (H. Bukhari: 1776 dan Imam Muslim 5/354). Dari hadist tersebut dapat disimpulkan
bahwa perintah untuk menentukan awal bulan Qomariyah adalah dengan rukyatul
hilal. Jika pada realitanya hilal tidak dapat terlihat, maka cukup dengan
menggenapkan bulan Sya’ban menjadi 30 hari, dalam hal ini metode hisab tidak
perlu digunakan.
Bagaimana
menanggapi perbedaan itu ?
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ
بِأَصْحَابِ الْفِيلِ
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak
terhadap tentara bergajah..”(QS. Al-Fil: 1)
وَإِذَا
رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُم....
”Dan
apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum….” (QS.
Al-Munafiqun: 4)
إِذْ
قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَٰٓأَبَتِ إِنِّى رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا
وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِى سَٰجِدِينَ
“(ingatlah), ketika Yusuf
berkata kepada ayahnya:”Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas
bintang, matahari, dan bulan; kulihat semuanya sujud padaku”.”(QS. Yusuf: 4)
Pada ayat pertama dijelaskan
bahwa Rasulullah SAW diperintahkan untuk memperhatikan suatu peristiwa yang
terjadi pada saat Rasulullah SAW dilahirkan, secara otomatis Rasulullah SAW
melihat kejadian itu dengan akal pikiran. Ayat ke dua menjelaskan bahwa ketika
kita melihat orang-orang kafir, kita akan terpesona dengan penampilan luar
mereka. Hal tersebut menunjukkan bahwa kata رﺃﯼ pada ayat ini memiliki makna melihat dengan
mata. Sedangkan ayat ke tiga kata رﺃﯼ memiliki makna bermimpi.
Jadi, setelah kita melakukan pengkajian dalam Al-Qur’an, kata رﺃﯼ memiliki tiga makna yaitu melihat dengan mata, melihat dengan
akal pikiran dan juga mimpi.
Dengan demikian secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa terjadinya perbedaan pendapat bukanlah
suatu masalah besar, dari perbedaan itulah seharusnya kita memperoleh banyak
pengetahuan. Pemahaman atau perbedaan yang muncul terkait dengan penafsiran kata رﺃﯼ dalam
penentuan awal bulan Qomariyah masih sejalan dengan makna yang tersirat dalam
Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah memahami hikmah perbedaan maka mereka akan
menganggap perbedaan pendapat akan memunculkan kemaslahatan. Penafsiran ayat
Al-Qur’an adalah untuk kemaslahatan bukan untuk kekacauan. Apapun perbedaan
pendapat yang terjadi, ajaran kita adalah islam. Jadikan islam sebagai Rahmatan lil’alamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Jamil, A. 2016. Ilmu
Falak (Teori & Aplikasi). Jakarta: Amzah
Jayusman. 2015. Perbedaan Penentuan Awal Bulan
Kamariyah : Antara Khilafiah Dan Sains 11 (1)
http://herryaliandi.blogspot.co.id/search?q=PENETAPAN++SYAWAL sabtu 04 Januari 2014
https://muslim.or.id/328-menentukan-awal-ramadhan-dengan-hilal-dan-hisab.html
Komentar
Posting Komentar